Kamis, 12 Juli 2012

Maafin Mawar yah..



Mawar akhirnya berpelukan dengan Marwan.


Beberapa bulan yang lalu, pertengahan Mei tepatnya, -dimana lagi rame-ramenya "selebrasi" beberapa peristiwa penting tahun 1998-, saya sempet ngetwit tentang si Mawar. Bukan Mawar yang diculik oleh Marwan di iklan XL, tapi sebuah agen-sangat-sikret yang seneng banget ngajak jalan-jalan aktifis-aktifis "pro-dem" yang gaul di tahun 1997an -saya sendiri males dengan istilah "pro-dem", tapi ya gimana lagi, adanya itu kok yang gampang. -, tapi geng Mawar ini kalo udah ngajakin mereka jalan-jalan, nggak mau nganterin pulang. Itu susahnya. Mana keberadaan teknologi kaya hape waktu itu belum se-eksis sekarang.

Tercatat, 23 (dua pulu tiga) anak gaul prodem waktu itu diajakin jalan-jalan entah kemana dan nggak mungkin diajakin karaoke. Oiyah, geng Mawar ini ngajakin hang-out aktifis prodem waktu itu dalam tiga waktu yang berbeda. Pertama, waktu menjelang Pemilihan Umum 1997, terus beberapa waktu menjelang sidang MPR 1998, dan beberapa waktu pas (Alm.) Pak Harto ngundurin diri dari jabatannya. Apa sih jabatan Pak Harto waktu itu ?

Nah, dari 23 anak gaul prodem yang dibawa jalan-jalan entah kemana itu, satu orang ditemukan tidak lagi bernyawa, dengan -kata vhrmedia.com- posisi tangan diikat di pohon, bahu kiri tembus tertembak peluru, tangan kanannya tepat berada di tengah dada dan menahan darah. Perutnya sobek hingga hati dan ususnya yang sobek terlihat pemirsa!. Dia bernama Leonardus Nugroho Iskandar, dengan nama gaulnya Gilang, aktifis Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) yang ditemukan jasadnya di kawasan hutan di daerah Magetan, Jawa Timur, Mei 1998. 


Ibunda Gilang, Budiarti, membawa foto Gilang



Dari situs kompasiana.com, mengutip kesaksian para korban, Goenawan Mohammad menulis, salah satu korban penculikan bernama Nezar Patria pernah menggambarkan bagaimana tentara Soeharto menganiaya mereka. Satu ketika ketika diinterogasi, kepalanya dijungkirkan. Listrik pun menyengat dari paha sampai dada. ”Allahu akbar!” jeritnya. Tapi mulutnya diinjak. Darah mengucur lagi. Satu setruman di dada membuat napasnya putus. Tersengal-sengal. Lain lagi dengan Andi Arief, aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), diculik di Lampung dan dibawa ke Jakarta. Sejak tanggal 28 Maret sampai 7 April 1998, mata Andi ditutup, tangan dan kakinya diborgol ganda, borgolnya dua. Bahkan salah satu borgol diikatkan ke kaki meja. Sehingga Andi tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa, tidak bisa mandi dan tidak bisa shalat. Sementara untuk makan Andi disuapi. Untuk buang air kecil, disediakan kaleng. Di sela-sela itu, Andi diteror mentalnya. Di bagian tubuhnya sering ditempelkan sejumlah pistol dan diperkirakan ada delapan pistol yang ditempelkan ke tubuh Andi. Setelah tujuh belas hari penyekapan, para penculik “meletakkan” Andi Arief di Mabes Polri.


Temuan KONTRAS, (cari singkatannya sendiri, kepanjangan nulisnya -YMYS), 23 anak gaul prodem yang dihilangkan paksa tersebut, 9 (sembilan) orang telah dipulangin dengan kondisi yang -tentu saja- tidak oke. Sementara 13 (tiga belas) jiwa tidak diketahui keberadaannya hingga saat saya mengetik di keyboard merk SPC ini sambil minum teh botol. Krezi !!. Salah satunya adalah aktifis yang juga seorang seniman yang aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat, Widji Thukul dengan karya-karya puisinya yang lebih menakutkan penguasa kala itu dibanding lirik-lirik band punk lokal waktu itu. 

Widji Thukul
"Aku pasti pulang
Mungkin tengah malam dini
Mungkin subuh hari
Pasti dan mungkin
Tapi jangan kau tunggu
" - Widji Thukul


Geng Mawar sendiri adalah tim yang sangat-sikret karena beroperasi dengan metode "hitam". Dalam satuan khusus ini terdapat cowok-cowok trendi rambut-cepak-badan-tegap dari baret merah, tapi bukan liverpudlian, mentang-mentang merah. Agen dari grup IV korps baret merah ini masih aja nyisain misteri seputar hierarki strukturalnya dan ninggalin pengakuan 'inisiatif oknum' di persidangan ampe teh botol saya habis sekarang.
 

Tim Mawar Dalam Persidangan Mahkamah Militer


Gosipnya nih, tim ini dibentuk atas inisiatif 11 (sebelas) "oknum" dalam tubuh baret merah, dengan dalih bahwa kegiatan operasi penculikan aktivis tersebut merupakan inisiatifnya pribadi berdasarkan hati nurani untuk menjaga keamanan nasional dari kelompok-kelompok radikal. Keren banget hati nuraninya pemirsa !. Dikomandani oleh Mayor (Inf) Bambang Kristiono, Wakil komandan Kapten (Inf) F.S Multhazar dan 9 (sembilan) kapten-kapten dan serka-serka dalam tubuh kopassus. Agen rahasia ini melakukan tugasnya dengan sangat rapi, keren, yahud, ciamik, dan hampir tanpa tersentuh publikasi media pada waktu itu. Ya iyalah, media massa mana juga yang berani ngutak-atik hal-hal kayagitu pada masa itu. 

Ketika masa-masa Pak Harto udahan, hal-hal kaya ginian terungkap, meskipun nggak tau bener-nggaknya. Media massa bung, teteplah perpanjangan tangan tiran, sebebas-bebasnya mereka mengangkat berita. Nah, singkat cerita, Tim Mawar akhirnya dihadapkan pada mahkamah militer, dengan hasil yang cukup mengecewakan. Majelis Mahmilti akhirnya memvonis komandan Tim Mawar, Mayor (Inf) Bambang Kristiono, dihukum 22 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI/TNI AD. Wakil komandan tim mawar, Kapten (Inf) FS Multazar 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI/TNI AD. Geng Mawar yang lain mendapat hukuman yang bervariatif, mulai 20 bulan penjara, 16 bulan penjara, sampai serka-serka dan sertu 12 bulan penjara.


Struktural hierarki tim mawar inilah yang sampai saya buka teh kotak sekarang ini masih menjadi misteri. Secara hierarki, apalagi dalam kesatuan militer, operasi kayagitu harusnya diketahui oleh atasan yang paling atas. Urutannya begini pemirsa: Tim mawar yang dikomandanin Bambang Kristiono, ngasi laporan ke Kol. Chairawan sebagai Dan Grup IV Kopassus, terus diatasnya ada Mayjen Muchdi PR (Dan Kopassus), terus diatasnya lagi ada Letjen Prabowo Subiyanto (Pangkostrad), dan paling atas adalah Panglima ABRI, Bung Wiranto.

"Tidak mungkin Prabowo, Muchdi dan Chairawan tidak tahu. Prosedur operasinya sudah jelas kok. Sudah seharunya ketiganya diadili. Sebab tanggung jawab pasukan ada di pundak komandan. Pengadilan terhadap para prajurit Kopassus ini sudah kehilangan arti," kata sumber SiaR.



Muchdi, kamu tau deh harusnya.

Ah, woles aja kali.

Nah, dengan masih mengganjalnya penyelesaian kasus Mawar, orang-orang yang dianggap paling bertanggung jawab disini woles aja tuh. Prabowo, yang menganggap dirinya hanya korban karena dirinya waktu itu hanyalah tentara yang melaksanakan tugas atasan, kini mempunyai kendaraan bernama Partai Gerakan Indonesia Raya dengan anggota dewan pembinanya adalah Haryanto Taslam, salah satu korban penculikan tim Mawar. Prabowo pun siap maju sebagai calon presiden negara ini bergandengan dengan rivalnya yang waktu itu "merusak stabilitas politik" karena menolak PDI yang sah, dan membentuk "Mega-Bintang" untuk mengorganisir pendukungnya menolak untuk memilih PDI pimpinan Suryadi. Ya, siapa lagi kalau bukan Megawati binti Soekarno. Peristiwa 27 Juli udah dilupain kayanya, marilah bergandengan tangan kawan !



Ce-es dong sekarang kita !


Geje ah.



"Slamat tinggal semua kenangan, slamat tinggal kesedihan ..." - Sendiri, The Adams.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar